Langsung ke konten utama

Cerpen - Fragmen Satu Keluarga

 


Fragmen Satu Keluarga

oleh fyaalt


Malam itu setelah mengerjakan PR aku berdiri tegak seraya menggenggam tanganku dan menyatakan bahwa aku sudah siap untuk menonton kartun kesukaanku. 

“Aku siap! Aku siap! Ga boleh siapapun ganggu aku!” teriakku dalam hati.

Malam itu Kakak merebahkan badan di kursi dan mulai memakai headphone kesayangannya. Dengan kaki yang di tekuk dan diangkat ke atas,  tangan kirinya sibuk memegangi gadget sedangkan tangan kanannya memegang kipas mini berwarna biru. Mukanya berwarna hijau seperti terkena tai kerbau.

“Hei.. kak.. aku sudah selesai.” Kataku kepada kakak yang duduk di kursi tapi kakakku tak mendengar bahkan menoleh sekalipun. 

Aku melirik ruang tamu yang masih kosong belum di datangi oleh ibu, bapak, dan kakak-kakakku. Aku akan cepat membereskan buku-buku ini dan menyimpannya. Aku berlari dan mencari remote tv yang sudah ku sembunyikan di dalam kain yang menutupi bantal. 

“Hahaha… tidak ada yang akan menggangguku!” kataku dalam hati sambil tersenyum sinis.

Aku mulai memindahkan kasur ke depan televisi, meletakkan bantal di posisi yang tepat, dan mengarahkan kipas angin agar membuat suasana serasa di ruang tv senyaman mungkin untuk ku tempati. Mematikan salah satu lampu dan memulai merebahkan badan dan mengangkat tangan kananku untuk menopang kepalaku. Pada pukul tujuh lewat tiga puluh menit aku mulai menonton.

Kartun kesayanganku mulai! Clarence, Jeff, dan Sumo. Aku memasang wajah serius dan tak ingin diganggu siapapun. Adegan kartun itu di mulai saat di sekolah, salah satu tokoh kartun tersebut Jeff di puji karena memiliki banyak bintang penghargaan di kelas. Jeff tidak berbicara dan bercanda saat di kelas, dan ibu guru memujinya. Sedangkan Clarence dan Sumo malah bermain lembar-lemparan kertas yang membuat bintang mereka di kurangi satu.

“DEK!” Teriak kakakku.

Aku ingin marah sekali karena dia sangat mengganggu waktu berhargaku, tapi aku tidak jadi marah karena saat itu kartun yang ku tonton sedang iklan. Aku menolehkan wajahku ke sebelah kiri dan melihat muka kakakku sangat kaku dan kering berwarna hijau seperti alien bernama Yoda. 

“Apa?” Kataku dengan isyarat menganggukkan kepala.

“Udah selesai ngerjain PRnya? Kakak ngga lihat kamu tadi. Tau-tau sudah disini.” Jawab kakakku yang berbicara dengan gerakan tangannya.

“Aku udah selesai kak dari tadi. Jadi jangan ganggu aku, aku mau nonton dulu.” Jawabku dengan menggunakan gerakan tangan juga.

Kakakku menjawab dengan tangannya yang mengartikan “Oke.”

“Kalau butuh kakak untuk menemanimu, panggil kakak di kamar.” Ucapnya.

Aku hanya mengangguk-angguk untuk mengatakan aku mengerti. Dengan obrolan yang hening tanpa suara itu Kakakku pergi meninggalkan ku dan berjalan ke kamar mandi. Muka kakakku akan berubah menjadi normal ketika dia keluar dari kamar mandi bahkan menjadi lebih cantik daripada sebelumnya yang seperti Yoda atau seperti terkena tai kerbau. 

Aku mulai kembali menonton kartun Clarence dan dalam kartun itu, Clarence pulang ke rumahnya setelah selesai belajar di sekolah. Dalam kartunnya, Clarence memikirkan hal apa yang akan membuat teman-temannya senang dan merasadi hargai walau tidak memiliki bintang penghargaan di kelas. Dia memikirkan sampai malam tiba dan terus merenunginya walau ibu Clarence menyuruhnya untuk keluar makan, namun Clarence tidak keluar dan terus memikirkan itu sampai akhirnya ia mendapatkan jawaban bahwa uang bisa menjadi suatu kebahagiaan untuk teman-temannya.

Aku yang menonton kartun tersebut mengambil uang simpananku yang ku selipkan dibawah baju-baju didalam lemari. Aku memiliki sekitar Rp.234.500 uang yang ku simpan dari hasil membantu ibu, kakak, dan mengerjakan tugasku dengan baik. 

Dalam kartun yg ku tonton, Clarence juga memiliki celengan dan kemudian memecahkannya. Clarence memikirkan bahwa uang yang dia miliki tidak akan cukup untuk membuat teman-temannya senang. Akhirnya dia terinspirasi oleh uang kertas dan mulai membuatnya dengan kertas dan krayon, menggambar diatas kertas yang telah dipotong-potong menjadi seukuran uang dan menggambarkan mukanya diatas kertas tersebut.

Uang yang ku pegang sekarang, kemudian aku masukkan kembal ke dalam lemari. Dan aku mulai membuat uang seperti yang dilakukan oleh Clarence. Aku membuatnya satu menggambarnya dengan krayon berwarna hijau. Setelah selesai menggambarnya, aku tunjukkan kepada kakakku yang berada di kamar.

“Ada apa dek? Mau di temani?” tanya kakakku saat aku mengetuk pintu dan memasuki kamarnya.

“Oh bagus dek, ini uang dolar? Wow seribu dolar hadiah untuk kakak?” tanya kakakku ketika aku menyodorkan uang kertas buatanku kepada kakak.

Aku mengangguk-angguk untuk menjawab iya pada pertanyaan kakak.

“Ow… sweet.. makasihh adikku tersayang.” Ucap kakakku sambil memeluk tubuhku yang mungil.

‘Reyhan juga sayang kak Feby.” Balasku dalam hati dan kemudian pergi berlari meninggalkan kakaku sendiri. Aku mulai berada di ruangan itu dan menonton dengan tenang setelah iklan selesai.

Clarence mulai membagikan uang yang dibuatnya kepada teman-temannya dan mengatakan bahwa itu adalah dollar Clarence. Awalnya Clarence membagikan kepada dua temannya yang sedang bertengkar di koridor sekolah dan membuat mereka tidak bertengkar lagi diberikan hadiah oleh Clarence berupa Dollar Clarence. Clarence juga memberikan kepada temannya di kelas sebagai pujian dan hadiah karena menurut Clarence semua orang berhak dihargai. Dan bintang penghargaan bukanlah hal poros yang membuat kita menjadi lebih baik. Akhirnya Dollar Clarence itu menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Clarence pun membuat kembali Dollar tersebut agar semua temannya memiliki Dollar Clarence.

Tok.. Tok.. Tok..

Ketika sedang asik menonton dan kartun Clarence sedang mencapai klimaks, lagi-lagi aku terganggu dengan suara ketuk pintu. Aku kemudian berlari ke kamar kakakku dan menyuruhnya untuk membukakan pintu.

“Kak… Ada orang diluar, sepertinya mama dan papa pulang.” Kataku dengan isyarat tangan berbicara pada kakakku.

Untungnya kakakku selalu sigap untuk pergi ketika aku meminta pertolongan dan hampir tak pernah memarahiku bahkan ketika aku melakukan kesalahan seperti menumpahkan air atau bahkan memecahkan gelas. Alih-alih marah kakakku membantuku untuk membersihkan semua itu.

Aku mengikuti kakakku untuk membuka pintu, dan benar bahwa mama dan papaku pulang. Aku langsung berlari ke arah mama dan mamaku menggendongku. Sedangkan kakakku mencium tangan papa dan mama.

Aku kemudian berlari meninggalkan mereka dan kembali menonton tv. Dollar Clarence menjadi populer dan digunakan untuk dapat digunakan untuk menukar barang kepada sesama temannya. Namun hal yang tak diinginkan terjadi, Dollar Clarence membuat kekacauan pada anak-anak yang ada di sekolah itu. mereka sangat tergila-gila dengan Dollar Clarence dan menimbulkan pertengkaran. Banyak anak-anak yang berebut Dollar Clarence sehingga, nilai dari Dollar Clarence sangatlah tinggi.

Jeff yang merasa bahwa semua ini salah mengatakan kepada Clarence bahwa Dollar clarence telah membuat kekacauan yang fatal dan membuat anak-anak dibutakan oleh kertas itu. Jeff juga meminta tolong kepada Clarence agar membiarkan bintang penghargaan di kelas tetap bertahan. Clarence mulai mengerti dan membuat solusi atas permasalahan itu.

“Hikss.. hikss.. “

Ketika aku mulai asik menonton, kakakku lewat menuju dapur sambil menahan nangis dan menangambil air minum. Aku mencoba menghampirinya dan ingin bertanya tapi dia memelukku erat tanpa menjelaskan apapun. kemudian kakakku membawa gelas minum keluar dan aku mengikutinya dari belakang.

Aku melihat mama dan papaku terlihat sedih dan seperti banyak pikiran, aku mencoba menghiburnya dengan menunjukkan uang yang aku gambar tadi. Dan mamaku mulai tersenyum ketika aku menyodorkan hal itu. 

“Terus nanti bagaimana pa? Apa rumah ini juga akan ikut terjual?” tanya kakaku kepada papa. Aku kaget mendengar hal itu, dan berpura-pura fokus pada uang mainan yang ku gambar. Aku akan tetap disini untuk tau apa yang terjadi.

“Kalau rumah ngga papa jual kak, tapi kendaraan sama alat-alat elektronik akan papa jual.” Dengan nada yang lemah papa ku menjawab pertanyaan kakak. Aku memandangi wajah mamaku, mamaku terlihat seperti menahan tangis dan mencoba menenangkan suasana. 

“Kakak bisa bekerja bantu papa dan mama ko. Jadi kendaraan dan yang lainnya tidak usah dijual.” Ucap kakakku sambil menghapus air matanya.

“KAKAK! Papa di PHK dan sudah susah cari kerja! Sedangkan kendaraan perlu kita jual untuk membayar listrik dan sekolahmu. Untuk biaya terapi adikmu juga.” Ucap papaku dengan nada yang tinggi itu membuat mama dan aku terkejut mendengarnya. Akhirnya mama menyuruhku untuk masuk dan begitu juga dengan kakak yang berjalan menuju kamarnya.

Aku kembali menonton tv dan melihat Clarence, Sumo, dan Jeff membuat uang yang sangat banyak dan membagikan dengan Cuma-Cuma kepada anak-anak yang ada di sekolah itu. akhirnya Dollar Clarence benar-benar membanjiri sekolah itu dan Dollar Clarence mulai dibuang oleh anak-anak sekolah karena kini Dollar tersebut dapat ditemui dimana-mana dan dimiliki oleh semua orang bahkan dalam jumlah yang lebih banyak lagi. Dollar Clarence akhirnya berakhir di tempat sampah dan kartun Clarence malam itu berakhir. 

Setelah selesai menonton tv, aku beranjak dan berlari menuju lemariku untuk mengambil uang tabunganku. Uang ini akan ku berikan pada papa, agar papa tidak menjual apapun yang sudah ada dirumah ini. Sebelum aku menghampiri papaku, aku melirik ke kamar kakakku. Kakakku menutupi wajahnya dengan bantal dan masih menangis sejak papa memanggilnya dengan cukup keras.

Aku berjalan ke depan sambil membawa uangku. Sesampainya di depan mamaku bertanya, “Uang siapa itu sayang?” Aku menunjuk diriku untuk memberitahu bahwa uang itu milikku dan Mamaku menerima uang itu.

Aku menjelaskan dengan tubuh dan gerakan tanganku bahwa uang itu untuk papa dan mama, untuk kakak juga untuk berobat diriku. Aku mengumpulkan uang itu dari uang jajan dan sekarang boleh digunakan oleh papa dan mama untuk apapun itu.

Mama dan papaku yang mengerti bahasa tubuhku kemudian memelukku dan papaku berkata. “Terima Kasih Reyhan. Terima kasih Tuhan.”

Komentar

Popular Posts

Anak Pertama: Sebuah Anugerah

Anak Pertama: Sebuah Anugerah Oleh fyaalt Setelah aku menuliskan ini, aku harap dirimu menjadi lebih kuat, lebih tabah dan lebih sabar. Ingatlah saat hal menjadi Anak Pertama itu adalah sebuah anugerah. Anak pertama dituntut untuk menjadi sosok pemimpin bagi adik-adiknya, dituntut untuk dapat mengayomi dan menjadi panutan? Tidak,semua itu bukanlah suatu tuntutan. Itu adalah tantangan sekaligus anugerah. Dan kamu perlu tau itu. Bahwa untuk menjadi anak pertama memang tidak mudah juga bukan berarti tidak bisa menjalaninya. Semua bisa. Karena kamu hebat. Sebagai anak pertama, kadang kamu berandai-andai untuk mrnjadi yang tak paling tua, memiliki kakak yang dapat membantu biaya hidup keluarga, atau hanya ingin sekadar bermalas-malasan tanpa memikirkan tanggung jawab yang orang tua berikan. Iya sekadar bermanja-manjaan. Namun ternyata, kamu tetaplah anak pertama yang dibahunya tertumpuk berbagai tanggung jawab, memiliki segudang kewajiban dan kamu tak bisa seenaknya mengambil keputusa

CERPEN - LELAKI YANG KU SEBUT AYAH

  LELAKI YANG KU SEBUT AYAH fyaalt Ketika  langit mulai mewarnai dirinya menjadi warna oranye kemerahan dan mentari tergantikan oleh benda bulat putih yang disebut bulan, lelaki itu kembali datang ke rumah dengan suara motornya yang sangat ku kenali bahkan dari kejauhan. Ketika lelaki itu sampai di depan gerbang, aku keluar untuk membantunya menggeser pagar yang menutupi jalan masuknya. Sekali lagi ku pandangi ia yang amat lelah dengan keringat basah yang  menempel  di wajahnya. Adzan mulai berkumandang sesaat tepat ketika lelaki itu menginjakkan kakinya di depan pintu masuk rumah kemudian adik-adik kecilku mulai berlarian sambil berteriak,  ”Ayaaaah!!”  Raut wajah lelah itu tergantikan oleh senyuman yang    seolah    adalah obat dari lelahnya. Bunda juga keluar dari tempat nyamannya untuk menyambut kedatangan ayah dengan senyuman, dan wewangian sambil salam menyium tangan ayah. Aku mulai berjalan ke arah kamar mandi untuk mengerjakan wudhu dan kemudian sholat. Bunda, ayah, dan adik-ad

CERPEN - Si Pengadu

Si Pengadu oleh fyaalt    "Eh bapaknya si Mia datang awas lo dicariin" "Beneran anjing si Mia" "Iya udah mending lu duduk dulu aja jangan masuk dulu ke situ" Mentari baru saja menyinari halaman sekolahku. Di saat aku mulai memasuki gerbang sekolah dengan motor win ayahku. Aku merasa seperti punya power hari ini. Senyuman ku tak bisa ku sembunyikan lagi. semua orang memandangiku.itu artinya mereka tahu jika ayahku datang ada orang yang perlu membuat permintaan maaf padaku. "Mana Teh orangnya belum datang" "Belum kayaknya" "Itu bukan tuh yang namanya hafiz" "Bukan orangnya tinggi gede. biasanya datangnya jam 7-an" Pagi itu tak ada yang tak bisa mengalihkan pandangannya dari keberadaan ayahku. Ayahku yang gemuk dan besar mencuri perhatian banyak orang. Terlebih lagi dia dikenal sangar dan galak walaupun bukan preman.  "Yah Itu tuh yang namanya hafiz yang pakai tas merah" "Itu" Ayahku menghampiri dan