Bukan Parasit
Oleh fyaalt
Tokk.. tokk.. tokk... tokk... tokk... "Kak, banguuun! Mau jadi apa kalo bangun kesiangan mulu! Rezeki itu jemput subuh-subuh!" Tok.. tok.. tok.. tok... suara gedor pintu kamarku semakin hari semakin kencang saja samapia membuatku merasa terganggu. Ya.. ayahku membangunkanku lewat ketokan pintu yg suaranya bisa memecahkan gendang telingaku. Walau begitu, dia tetap ayahku, ayah tersayangku.
"Iyaaa... aku dah bangun! Jangan ketok ketok pintu udah bangun!" Jawabku dengan nada lantang setengah tidur.
Aku bangun menyalakan lampu lalu tidur kembali. Itu siasatku, seolah-olah aku sudah bangun karena lampu kamarku menyala.
Akhirnya sampai jam 7 pagi, ibu membangunkan aku, ibu masuk ke kamarku dan bilang bahwa aku sudah telat masuk kampus. Aku hanya kaget dan terburu-buru sampai lupa bahwa aku belum isi bensin untuk kendaraan tersayangku, motor matic.
"Ayah, Ibu, aku berangkat." Salamku setiap pagi saat akan memulai hari. "Huh kesalnya aku, bangun dibangunin begitu setiap pagi, kesiangan, nyesel deh bangun siang." Kataku dalam hati.
Sesampainya di spbu aku mengisi full tangki bensin motorku, biasanya bisa kugunakan dua sampai tiga kali bulak-balik Rumah ke kampus kemudian balik ke rumah ya asal tidak pergi kemana-mana selain itu. Sekalian pengiritan.
Di jalan aku mengingat kembali apa yang sudah aku lakukan belum ku lakukan, dan mengingat jadwal lowongan kerjaku sebagai freelancer. Maklum anak pertama, dituntut untuk cepat lulus kuliah dan bekerja rasanya.. ah belum mau. "Yang logo udah aku desain, bikin snap gram udah, bikin feed instagram udah, em... yang belum itu bikin broadcast-an di whatsapp. Ah pake wifi kampus aja." Kataku sambil mengendarai motor ke kampus.
"Bulan ini bisa ngga ya dapet target 2 juta? Ahhh bisa.. bisa.. bisa! Kalo mereka saja bisa mengapa aku tidak huh."
"Bagaimana ya caranya?"
"Ini tinggal dijalani tanpa dipikiri!"
"Oke lanjuut."
Aku biasa berbicara saat di motor. Bahkan tanpa ada yang mengerti, rasanya bicara saat membawa motor sambil jalan itu adahal hal sederhana yang bisa sedikit meringankan bebanku. Tuntutan orangtua juga adik-adikku semuanya tersirat saat aku berada dijalan. Bahkan suatu waktu aku pernah menangis sejadi-jadinya karena terlalu lelah dengan semua hal yang terjadi. Ah dan itu hal patut aku tertawakan hahahaha..
"Aku ingat, adikku selalu bilang "kak aku mau dijemput dong, yg lain dijemput tapi aku ngga." Iya dek sabarr sabar, kakak masih kulaih dan bentrok. Sabar ya adek." Ahhhh saat ku ingat wajahnya rasa iba itu selalu ada.
Berhentilah aku di persimpangan jalan, lampu merah menuju kampus. Aku masih mengingat hal hal yang menjadi kekuatan bagi aku untuk berdiri.
"Jikalau kau cinta.. benar-benar cintaaaa jangan tanyakan aku tidak cintaaaa.", suara pengamen menghampiri motorku, tanganku hanya bergerak keatas dan tanpa sadar aku menoleh melirik seorang ibu yang membawa gerobak sampah. Aku iba dengan anak kecil itu, mengingatkan kepada adikku yang ada dirumah.
Aku tau, menjadi orang tua adalah kewajiban yang siap tidak siap akan terlaksana jika memang waktunya. Mereka juga dituntut atas dirinya sendiri untuk mampu. Bagaimana dengan aku? Aku hanyalah anak pertama, bukan sebagai orang tua. Aku bisa...
Menghadapinya!
Tin..tinn...tin...
Majuuu, jangan ngelamun
"Eh iya pak" aku langsung menjalankan motorku, dan akhirnya tak lama dari persimpangan lampu merah itu, aku sampai kampus.
#TugasMenulisYOUTHPRESS
#Harapan
Komentar
Posting Komentar