Langsung ke konten utama

PUISI - Sunyi dan Egomu


Sunyi dan Egomu
fyaalt
Ku melihat kau di sudut jendala malam itu
Terlihat termenung menatap bintang malam
Kau seakan bertanya pada gelapnya awan
Sembari ditemani tetesan rintik hujan
Bergumam, “Berat, tak tahan. Perlu menunggu berapa lama lagi?”
Begitu ku perhatikan
Lewat punggungmu yang kau tunjukkan
Dan bayangan hitam tampak merasakan kesedihan
Sampai jam berdetak menemani kesunyian
Menggema dalam ruang
Mungkin kau tak merasakan kehadiranku
Tapi ku berusaha untuk bertahan meyakinkan
Justru kau semakin bersikukuh dengan pikiran
Melawan keadaan dan hanya mempersulit pilihan
Ruang gelap yang berlalu masih tertinggal di hadapan
Kau melihat silaunya cahaya tapi tak berusaha menggapai
Akhirnya kau hanya mendengar bisikan yang meragukanmu kembali
Sehingga kau lupa egomu sendiri
Bukankah hidup ini tetap dimiliki oleh Sang Pemilik Hati?

Komentar

Popular Posts

CERPEN - LELAKI YANG KU SEBUT AYAH

  LELAKI YANG KU SEBUT AYAH fyaalt Ketika  langit mulai mewarnai dirinya menjadi warna oranye kemerahan dan mentari tergantikan oleh benda bulat putih yang disebut bulan, lelaki itu kembali datang ke rumah dengan suara motornya yang sangat ku kenali bahkan dari kejauhan. Ketika lelaki itu sampai di depan gerbang, aku keluar untuk membantunya menggeser pagar yang menutupi jalan masuknya. Sekali lagi ku pandangi ia yang amat lelah dengan keringat basah yang  menempel  di wajahnya. Adzan mulai berkumandang sesaat tepat ketika lelaki itu menginjakkan kakinya di depan pintu masuk rumah kemudian adik-adik kecilku mulai berlarian sambil berteriak,  ”Ayaaaah!!”  Raut wajah lelah itu tergantikan oleh senyuman yang    seolah    adalah obat dari lelahnya. Bunda juga keluar dari tempat nyamannya untuk menyambut kedatangan ayah dengan senyuman, dan wewangian sambil salam menyium tangan ayah. Aku mulai berjalan ke arah kamar mandi untuk mengerjakan wu...

Cerpen - Fragmen Satu Keluarga

  Fragmen Satu Keluarga oleh fyaalt Malam itu setelah mengerjakan PR aku berdiri tegak seraya menggenggam tanganku dan menyatakan bahwa aku sudah siap untuk menonton kartun kesukaanku.  “Aku siap! Aku siap! Ga boleh siapapun ganggu aku!” teriakku dalam hati. Malam itu Kakak merebahkan badan di kursi dan mulai memakai headphone kesayangannya. Dengan kaki yang di tekuk dan diangkat ke atas,  tangan kirinya sibuk memegangi gadget sedangkan tangan kanannya memegang kipas mini berwarna biru. Mukanya berwarna hijau seperti terkena tai kerbau. “Hei.. kak.. aku sudah selesai.” Kataku kepada kakak yang duduk di kursi tapi kakakku tak mendengar bahkan menoleh sekalipun.  Aku melirik ruang tamu yang masih kosong belum di datangi oleh ibu, bapak, dan kakak-kakakku. Aku akan cepat membereskan buku-buku ini dan menyimpannya. Aku berlari dan mencari remote tv yang sudah ku sembunyikan di dalam kain yang menutupi bantal.  “Hahaha… tidak ada yang akan menggangguku!” kataku dalam...

CATATAN

RETORIKA Oleh fyaalt Tau apa sih kita tentang masa depan? Tau apa sih kita tentang apa yang akan terjadi besok pagi? Tau apa sih kita dengan seseorang yang hari ini menyatakan rasa mungkin besok bisa saja hilang entah kemana. Tau apa? Tidak tau, bukan? Kenapa kita suka menduga-duga apa yang akan terjadi besok? Kenapa juga kita harus menduga-duga tentang respon pesan dari seseorang yang kita suka?   Kenapa kita lebih suka berprasangka dahulu sebelum mencoba? Kenapa? Setiap dari kita mencoba menggantungkan bahagia kepada orang lain. Kebanyakan dari kita lebih takut dengan kenyataan yang terjadi. Dan kita lebih suka berekspektasi tinggi sampai tak siap dengan kecewa yang akan dihadapi karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pemikiran sendiri. Benar begitu bukan?