Langsung ke konten utama

UNTUK ORANG YANG SELALU AKU PERTAHANKAN

Hari ini, aku lelah. Aku ingin istirahat sejenak dari dunia yang penuh drama. Hari ini pula, aku ingin mengungkapkan asa kepada semesta tentang rasa di dada. Duduk diatas bukit, memandang semua yang bisa ku lihat dari sana. Lalu, meneteskan air mata yang sudah lama tertahan karena malu terlihat lemah.

Angin ini, seakan memeluk tubuhku secara perlahan. Tenang dan damai, aku suka. Dan.. wajahmu kembali lagi terbayang dalam pandangan. Selama hari berlalu, bulan dan tahun berganti hanya kamu yang ku nanti. Sikapmu, perhatianmu, tawamu bahkan diammu selalu ku rindukan. Walau kadang kamu tidak membalas pesanku, atau tidak menjawab telponku bahkan tidak memberi aku kabar, aku selalu bersabar.

Cobalah.. Sesekali lihat aku, sesekali dengarkan perasaanku. Hargai sedikit saja waktuku yang sudah ku luangkan untukmu. 

Atau...
Jujurlah, ungkapkan saja. katakan apa yang kamu rasakan kepadaku. Jika memang tak pernah punya rasa, aku tak akan mengganggu. Jika memang tak ada cinta, aku takkan mengharap kamu membalas segala. Jika sayang, jangan seperti orang kasihan.

Aku akan tetap bertahan, disisimu. Sampai kamu akhirnya mengaku, selalu ada aku yang mempertahankanmu.


-fyaalt
#FROMFRIEND2FRIEND

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts

CERPEN - LELAKI YANG KU SEBUT AYAH

  LELAKI YANG KU SEBUT AYAH fyaalt Ketika  langit mulai mewarnai dirinya menjadi warna oranye kemerahan dan mentari tergantikan oleh benda bulat putih yang disebut bulan, lelaki itu kembali datang ke rumah dengan suara motornya yang sangat ku kenali bahkan dari kejauhan. Ketika lelaki itu sampai di depan gerbang, aku keluar untuk membantunya menggeser pagar yang menutupi jalan masuknya. Sekali lagi ku pandangi ia yang amat lelah dengan keringat basah yang  menempel  di wajahnya. Adzan mulai berkumandang sesaat tepat ketika lelaki itu menginjakkan kakinya di depan pintu masuk rumah kemudian adik-adik kecilku mulai berlarian sambil berteriak,  ”Ayaaaah!!”  Raut wajah lelah itu tergantikan oleh senyuman yang    seolah    adalah obat dari lelahnya. Bunda juga keluar dari tempat nyamannya untuk menyambut kedatangan ayah dengan senyuman, dan wewangian sambil salam menyium tangan ayah. Aku mulai berjalan ke arah kamar mandi untuk mengerjakan wudhu dan kemudian sholat. Bunda, ayah, dan adik-ad

CATATAN

RETORIKA Oleh fyaalt Tau apa sih kita tentang masa depan? Tau apa sih kita tentang apa yang akan terjadi besok pagi? Tau apa sih kita dengan seseorang yang hari ini menyatakan rasa mungkin besok bisa saja hilang entah kemana. Tau apa? Tidak tau, bukan? Kenapa kita suka menduga-duga apa yang akan terjadi besok? Kenapa juga kita harus menduga-duga tentang respon pesan dari seseorang yang kita suka?   Kenapa kita lebih suka berprasangka dahulu sebelum mencoba? Kenapa? Setiap dari kita mencoba menggantungkan bahagia kepada orang lain. Kebanyakan dari kita lebih takut dengan kenyataan yang terjadi. Dan kita lebih suka berekspektasi tinggi sampai tak siap dengan kecewa yang akan dihadapi karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam pemikiran sendiri. Benar begitu bukan?

Anak Pertama: Sebuah Anugerah

Anak Pertama: Sebuah Anugerah Oleh fyaalt Setelah aku menuliskan ini, aku harap dirimu menjadi lebih kuat, lebih tabah dan lebih sabar. Ingatlah saat hal menjadi Anak Pertama itu adalah sebuah anugerah. Anak pertama dituntut untuk menjadi sosok pemimpin bagi adik-adiknya, dituntut untuk dapat mengayomi dan menjadi panutan? Tidak,semua itu bukanlah suatu tuntutan. Itu adalah tantangan sekaligus anugerah. Dan kamu perlu tau itu. Bahwa untuk menjadi anak pertama memang tidak mudah juga bukan berarti tidak bisa menjalaninya. Semua bisa. Karena kamu hebat. Sebagai anak pertama, kadang kamu berandai-andai untuk mrnjadi yang tak paling tua, memiliki kakak yang dapat membantu biaya hidup keluarga, atau hanya ingin sekadar bermalas-malasan tanpa memikirkan tanggung jawab yang orang tua berikan. Iya sekadar bermanja-manjaan. Namun ternyata, kamu tetaplah anak pertama yang dibahunya tertumpuk berbagai tanggung jawab, memiliki segudang kewajiban dan kamu tak bisa seenaknya mengambil keputusa